Kamis, 02 Juli 2015

Mengenal Lebih Dalam Kaum Quraisy




KAUM Quraisy merupakan salah satu kaum di tanah Arab yang mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT. Dalam kitab suci Al-Quran, nama mereka diabadikan dalam satu surah yang mengambil judul nama kaum itu, yaitu Surah Quraisy pada juz Amma (juz ke-30).
Nama Quraisy hanya sekali dikutip ya hanya pada surat ke-106 ini saja: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasan mereka bepergian pada musim dingin  dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik Rumah ini (Kakbah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan laar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” – QS Quraisy (106): 1-4.

Bangsa (sya’b) Arab pada waktu itu terdiri dari qabilah Adnan dan Qahtan. Qabilah Qahtan (keturunan Ya’rab bin Qahtan) terutama berdiam di Yaman, Hadhramaut, dan bagian Arab Selatan lainnya. Mereka dianggap berdarah Arab murni. Suku Aus dan Khazraj di Madinah juga berasal dari keturunan Qahtan, yang berpindah ke utara sebelum datang Islam. Keturunan Qahtan terbagai dalam dua bagian pokok, yaitu induk-suku Kahlan dan Himyar. Masing-masing terbagi-bagi lagi menjadi berbagai suku. Dari Kahlan menurunkan suku Tha’i, Hamdan, Madzhij, Amilah, Judzam, Kindah, dan Azd.

Qabilah keturunan Adnan yang berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim alaihissalam beranak pinak dan melahirkan berbagai suku yang terus membengkak dan memekar sesuai perkembangan jumlahnya.
Kemudian berlanjut dengan lahirnya anak suku dan klan.
Keturunan Adnan terdiri dari suku Rabi’ah dan suku Mudhar, yang saling bermusuhan. Rabiah menurunkan anak suku Asad, Wa’il, Qais bin Ailan, Tamim, Hudzail, dan Kinanah. Baik Bani Bakr maupun Bani Taghlib yang saling bermusuhan berasal dari anak suku Wa’il. Anak suku Tamin tinggal di pedalaman Irak, dan yang lain-lain tinggah di Hijaz, sekitar Makkah.
Di antara keturunan Adan yang tercatat dengan rapi adalah sebagai berikut: Adan – Ma’ad – Nazar – Ilyas – Mudrikah – Khuzamah – Kinanah – Nazar – Malik – Fihr (Quraisy) – Ghalib – Lu’ai – Ka’ab – Murrah – Qushai – Abdul Manaf.

Qushai, ayah Abdul Manaf, adalah syaikh (pemimpin) Makkah dan kepala wilayah sekitarnya. Kekuasaan Qushai meliputi (1) pemegang kunci Kakbah dan pengurusan tempat suci, (2) hak penyediaan air dan pangan para jamaah haji, (3) hak memerintah pasukan dalam peperangan, (4) hak menyerahkan panji kepada staf pemegang panji, (5) hak memimpin dewan Dar al-Nadwa.
Sepeninggal Qushai, jabatan-jabatan itu diwariskan kepada Abdul Manaf. Abdu Manaf berputra Hasyim (442-510 M), Abdu Syam, Muthalib, dan Naufal. Ketika Abdu Manaf meninggal, jabatan kepemimpin Makkah diwariskan kepada Hasyim, Muthalib, Naufal, dan Abdu Syam.
Hasyim mendapat hak menyediakan minuman dan makanan bagi peziarah Makkah. Ia kaya dan mampu melaksanakan tugas itu dengan murah hati, sehingga terkenal di seluruh Arab. Ia juga mengurus kafilah-kafilah dagang ke Yaman pada musim dingin di Makkah, Ethiopia, Gaza, dan Syam pada waktu Makkah dalam musim panas.

Hasyim mempunyai seorang putra bernama Syaibah Al-Hamd yang tinggal dengan ibunya di Madinah. Sepeninggalan Hasyim, Muthalib menjemput  anak itu, sesuai wasiat Hasyim. Ketika sampai di Makkah, orang-orang mengira Muthalib membeli seorang budak, lalu mereka menamakannya Abdul Muthalib (budaknya Muthalib).
Sesuai wasiat Hasyim, semua kekuasaannya diserahkan oleh Muthalib kepada Abdul Muthalib, sementara Muthalib terus melaksanakan pekerjaan itu. Tidak lama, Muthalib meninggal. Abdu Syam dan Naufal, yang bersikap memusuhui Abdul Muthalib, menyerobot hak-hak anak yang masih lemah itu.

Namun para anggota famili pihak ibu Abdul Muthalib dari Madinah datang menyelamatkannya.
Abdul Muthalib melaksanakan tugasnya melayani jamaah haji selama bertahun-tahun, dalam kemiskinan dan kelemahan. Ia berdoa agar diberi banyak anak lelaki. Sementara itu, ia terus mencari sumber air Zamzam, yang akhirnya ditemukan dan berhasil digali hingga mengeluarkan air yang cukup bagi keperluan orang Makkah dan pendatang.
Abdul Muthalib memiliki banyak anak, di antaranya Harits, Zubair, Hamzah, Abbas, Abdullah (lahir pada 545 M), Abu Lahab, dan Abu Thalib.

Sepeninggal Abdul Muthalib, putra-putra ternyata tidak mampu mengemban tugasnya, sehingga urusan pelayanan makanan bagi jamaah haji dialihkan ke tangan Bani Umayah.
Sementara itu, Abbas, atas nama Bani Hasyim, hanya mengurusi air, termasuk sumur Zamzam yang dipertahankan hingga datangnya Islam.
Abdullah bin Abdul Muthalib berputra Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib berputra Aqil, Ali, dan Ja’far. Keturunan Abdu Manaf melalui putra Hasyim disebut Bani Hasyim.
Bani Hasyim terdiri dari klan-klan Bani Abbas yang mendirikan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad; Keturunan Ali dan Fathimah binti Muhammad menjadi para penguasa di Afrika Utara, termasuk Maroko sekarang, dan sebagian lagi memimpin pemerintahan-pemerintahan kecil di Dailam dan Thabaristan di Iran, di Yaman, di Makkah (hingga 1924 M), dan lain-lain.
Kaum Fathimiyah terdiri dari klan Husaini, dan klan Zainabi. Mereka adalah anak Fathimah dengan Ali yang bernama Hasan, Husin, dan Zainab.
Republik Dagang

Kaum Quraisy tinggal di Makkah dan sekitarnya. Makkah adalah sebuah Republik Pedagang. Sebutan dalam Al-Quran tentang “kebiasaan orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas”, merujuk perjalanan dagang musim panas ke Suriah dan musim dingin ke Yaman, dengan jaminan keamanan dari para penguasa negeri-negeri bersangkutan. Mereka sangat dihormati karena dianggap sebagai tetangga Allah (jarrullah) yang tinggal di dekat Rumah Allah (Kakbah).

Kafilah-kafilah dagang Makkah (Quraisy) cukup besar. Terdiri dari sekitar  2.500 unta dan sekitar 300 anggota kafilah. Dari Yaman, kafilah Quraisy membawa kulit, cendana, ukiran, emas dan perak, dan rempah-rempah; juga wangi-wangian asal Hadhramaut dan Yaman, tenunan Aden, serbuk emas, gading, dan budak dari Afrika, serta sutra asal Cina.

Di Mesir, pedagang Quraisy membeli barang-barang mewah  produksi industri dari kawasan Mediterania, terutama linen, sutra, kain-kain tenun bercelup. Dari Suriah, dibeli senjata, sereal, minyak yang disukai orang Badui, dan lainnya. Keuntungan yang diperoleh para pedagang Quraisy itu sekitar seratus persan dalam setiap perjalanannya.
Karena kemakmuran dan keistimewaan kaum Quraisy yang mereka terima, Allah menuntut bangsa Quraisy untuk “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik Rumah ini (Kakbah). Yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”

Sebab bangsa Quraisy menerjemahkan salah tentang Tuhan mereka. Mereka menyembah Kakbah dan patung-patung yang berada di sekitar Kakbah. Ketika Nabi Muhammad SAW diutus untuk mencapaikan risalah yang benar, yaitu menyembah Pemilik Kakbah (Baitullah), mereka menolaknya. Penolakan ini berakhir dengan ditaklukkannya Mekkah oleh Rasulullah, sehingga semua penduduk Mekkah beragama Islam, dan menyembah hanya kepada Allah SWT (“Pemilik Rumah ini”).
Surah ini sering dianjurkan untuk dibaca ketika kaum Muslimin dalam perjalanan. Sebab kesulitan terbesar dalam perjalanan adalah kurangnya makanan (dan minuman) serta gangguan keamanan, sehingga membuat mereka ketakutan.

Hal ini juga bisa dijadikan dalil bahwa sumber ketakutan itu terjadi ketika berkurangnya pasokan makanan dan minuman, serta tidak adanya keamanan lahir dan batin dalam diri seseorang. (Saiful Bahri)

1 komentar: